RAHIM PUTRA WAJO
SYUKURAN WISUDA ABD RAHIM, S.TP
Di PEMANCINGAN
JL.RING ROAD BARAT YOGYAKARTA

Tepat pada hari Wisuda Sabtu, 29 Oktober 2011, pukul 19.30 WIB, kami menggelar acara syukuran kepada Allah SWT atas Wisuda Sarjana saya yang telah menyelesaik Study S1 Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Mercu Buana Yogyakarta dengan lama study 3 tahun 5 bulan dan IPK 3,06. Syukuran kecil ini diadakan bersama seluruh temen-temen yang sudah seperti saudara dan keluarga saya selama menuntut ilmu di Yogyakarta yaitu saudara-saudaraku yang tinggal di Asrama Putri dan Asrama Putra Wajo juga dengan sahabat seperjuanganku di kampus. Suasana malam itu juga seperti memberi respon positif atas rasa syukur saya kepada Allah SWT yang telah memberi kemudahan dan jalan terbaik atas perjalanan study saya di Yogyakarta. Acaranya kebetulan kami gelar di salah satu rumah makan lesehan di wilayah ring road barat Yogyakarta, sekitar 8 km dari pusat kota Yogyakarta. Hadir malam itu kurang lebih 50 temen-temen namun yang sempat berfoto sebelum pulang hanya 30 an orang...hehehehe. Dan mungkin yang tergolong GIFO aja (gila foto) atau golongan narsis kali yah...wkwkwkwk. Maaf jangan tersinggung temen-temen...hehe
Melalui syukuran ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh saudaraku yang telah menjadi bagian hidupku yang sangat penting dan pasti akan saya kenang selamanya selama berada di Yogyakarta. Sungguh tida terasa berjalannya waktu hingga sebentar lagi saya akan meninggalkan Yogyakarta untuk perjalanan hidup yang lebih menantang lagi dimasa mendatang. Yogyakarta kota pelajar, kota wisata, kota budaya dan bagiku juga adalah kota kenangan dan kota jodoh, walaupun dipenghujung study saya di Yogyakarta hingga menjadi sarjana, saya belum menemukan jodohku disini. Insya Allah dan aku tetap yakin bahwa Allah telah menyiapkan wanita terbaik yang akan menjadi pendampingku kelak. Aminn.... sapa yah kira-kira..??? Semoga sajaa si dia....hehehe. Sapa yah, koc abstrak gitu...wkwkwk. Inisial apa lagi nama tidak boleh disebut...hehe



NARSIS nya mereka inii.... hahahahaha


Ini sama temen-temen Kampus dan 2 orang anak aspuri Wajo


Mahasiswa gagahnya Putra daerah Wajo di Yogyakarta...hehehe


Nahh... ini diaa... Aku dikelilingi oleh bidadari nihh...hehe
TERIMA KASIH ATAS KEBERSAMAAN KALIAN...
RAHIM PUTRA WAJO
WISUDA SARJANA UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
SABTU, 29 OKTOBER 2011


SENYUM itu indah, khususnya di hari ini. Wisuda Sarjanaku yang telah ku nanti dengan perjuangan keras selama 3 tahun 5 bulan


Telah lama kuimpikan Foto memakai Toga bersama orang tua dan adik-adikku, walaupun kurang lengkap karena Bapak dan adik yang ke 3 dan ke 4 tidak bisa datang.


Jepretannn dadakan nihh darii Fotograferr....hahaha
Fotografernya Ahmad Fahrezi dan Adrisal... Trima kasih mas broo...:)


Cium tangan MAMA TERCINTA... I Lovee uu so muchh momm


FOTO bersama keluarga dan temen-temen yang turut berbahagia hadir di acara wisudaku... Ada yg bilangg pendampinggku yg pake Baju Putihh....hahahaha pdahal itu temennya adikku...:). Tapi boleh jugalah u/ saat itu jdi pendamping wisudaku krn sayang skali aku tidak punya hari itu. Dia cukup cantik dan baik...hehe
( Depan : Ahmad, Apri, Rahim, Sakka, Mama )
( Belakang : Ulil, Firman, Ippang )
Terima kasih semuanyaa.....



Nahhh ini dia kawan-kawan se angkatan ku yang wisuda hari itu, kecuali yang paling kanan angkatan tua...hehehe... Maaf bang samuel..:)
( Andre, Into, Rahim, Ami, Budi, Samuel )
Selamat atas wisuda Sarjana nya saudara2 ku. Smg bermanfaat u/ nusa dan bangsa..aminn
RAHIM PUTRA WAJO

Pagi tadi langit masih agak gelap. Tepat pukul 05.20 WIB Pengajar Muda resmi dilepas di Bandara Soekarno-Hatta. Di bandara yang membawa nama pahlawan proklamator Indonesia dan di hari saat republik tercinta merayakan Hari Pahlawan. Hari ini Pengajar Muda berangkat. Hari ini usai sudah gemblengan tujuh minggu, gemblengan kepemimpinan dan kepengajaran.
Bandara ini dinamai Soekarno-Hatta. Dua tokoh ini sesungguhnya memiliki peluang untuk meniti karier di bidangnya, hidup nyaman, dan sangat sejahtera untuk dirinya dan untuk keluarganya. Tapi mereka memilih untuk berjuang; pembuangan dan penjara bukan halangan. Mereka berjuang membebaskan bangsanya dari kolonialisme. Tanda pahala mereka kini langgeng menempel di setiap jiwa Indonesia.
Pagi ini di bandara yang membawa nama pahlawan inilah para Pengajar Muda meninggalkan kenyamanan kota. Mereka anak-anak usia muda. Mereka cerdas dan berprestasi. Mereka memancarkan potensi kepemimpinan yang solid. Peluang materi besar yang ada di hadapannya mereka tinggalkan. Mereka tanggalkan pekerjaan mapan mereka, mereka lepaskan peluang kerja bergaji tinggi. Anak-anak muda terbaik ini memilih berangkat ke pelosok Indonesia. Di Hari Pahlawan ini mereka memulai langkah menjadi guru SD di desa-desa terpencil.
Menjadi guru itu mulia. Menjadi guru itu wajar. Dan, adanya guru di pelosok negeri itu biasa. Tetapi kali ini kita melihat fenomena yang berbeda. Anak-anak muda terbaik meninggalkan kemapanan kota, melepaskan peluang karier dan melewatkan semua kenyamanan lalu memilih menjadi guru SD di desa-desa tanpa listrik. Berangkatnya mereka ke desa terpencil untuk mengajar bukanlah sebuah pengorbanan, itu adalah sebuah kehormatan, kata Abah Iwan Abdurrahman. Mereka mendapatkan kehormatan untuk melunasi sebuah janji kemerdekaan: mencerdaskan kehidupan bangsa.
51 Pengajar Muda ini hadir dan membuat nuansa yang berbeda tentang Indonesia.  Sejak Gerakan Indonesia Mengajar diumumkan bulan Mei 2010 kita seakan ditunjukan dengan wajah lain tentang anak-anak muda Indonesia. Sejak awal sudah jelas-jelas dinyatakan bahwa program ini akan menempatkan anak-anak muda di pelosok negeri, yang sebagian besar belum terjamah listrik ataupun sinyal telepon selular. Tapi tantangan itu justru dijawab secara kolosal. Ada 1.383 anak muda  menyatakan siap untuk jadi guru di daerah terpencil. Mereka menulis essai yang sangat menggugah. Mereka beberkan alasan mengapa mereka siap, sanggup dan ingin sekali menjadi guru di pelosok negeri.  Mereka seakan menuliskan: Indonesia, aku ingin mengajar.  Kami tertegun!
Selama proses seleksi, dipampangkan di depan kita deretan anak-anak muda Indonesia yang cerdas, tangguh, kreatif, idealis dan ingin berjuang. Mereka membuktikan bahwa republik ini tidak berubah, ibu-ibu di republik ini tetap melahirkan pejuang, ibu kita tetap melahirkan anak-anak promotor kemajuan. Mereka adalah bukti otentiknya. Kami takjub dan tergetar.
51 Pengajar Muda memilih untuk mengabdi di ujung negeri, menjadi guru dan tinggal bersama masyarakat biasa. Rakyat di pelosok sana sudah hapal janji kemerdekaan, tapi kita tak kunjung melunasi janji itu.
Hari ini mereka berangkat. Tidak mudah apa yang akan mereka akan lalui selama satu tahun ke depan, tetapi semua yang sulit sesungguhnya adalah pelajaran hidup. Dan when the going gets tough, the tough gets going; mereka tangguh dan insyaAllah mereka akan lewati dengan kesungguhan. Saya pernah sampaikan, sukses itu sering bukan karena berhasil meraih sesuatu tetapi karena berhasil menyelesaikan dan melampaui tantangan dan kesulitan.
Dan untuk teman-teman Pengajar Muda, hari ini adalah saatnya. Saat meneguhkan niat serta menguatkan kemauan luhur itu. Izinkan anak-anak SD di pelosok itu mencintai, meraih inspirasi dan berbinar menyaksikan kehadiranmu.  Setelah selesai program ini maka label Pengajar Muda akan menempel seumur hidup. Anda kenal dan bagian dari rakyat jelata. Anda pernah hidup bersama mereka di pelosok sana, dan yang terpenting adalah anda sebagai anak-anak muda terbaik ini telah ikut –sekecil apapun- mendorong kemajuan, mengubah masa depan mereka jadi lebih cerah. Jejak kalian di desa-desa terpencil itu akan dicatat dengan pahala, akan ditandai dengan peluk persaudaran dan bersemai di kenangan anak-anak desa hingga generasi mendatang. Kelak, setiap anak-anak desa itu berhasil meraih mimpinya, maka pahala kalian selalu ada didalamnya.
Teman-teman Pengajar Muda tercinta, teguhkan niatmu. Datangilah desa-desa terpencil itu dengan keikhlasan, dengan rendah hati, dengan kesantuan, dengan kasih sayang. Sambutlah kehadiran anak-anak SD itu di kelasmu dengan rasa cinta, belai rambut mereka dengan kasih, tatap wajah polos mereka dengan pancaran senyum dan berikan yang terbaik darimu untuk mereka. Izinkan anak-anak SD di desa-desa terpencil itu berbinar melihatmu, belajar untuk maju darimu, mencintai ilmu darimu dan memandangmu sebagai visualisasi mimpi mereka dan visualisasi mimpi orang tua mereka. Izinkan mereka bermimpi bisa meraih apa-apa yang anda sudah raih. Tebarkan kesabaran, tumbuhkan pengetahuan, dan tanamkan ketangguhan berjuang di dada mereka.
Teman-teman Pengajar Muda tercinta, samudra peluang mengabdi itu ada di hadapanmu. Arungi dengan semangat, arungi dengan optimisme, arungi dengan pengetahuan. Dan kelak kembalilah dengan berderet tanda pahala di pundakmu. Pahala langgeng dan kenangan permanen yang bisa kalian ceritakan sampai pada anak-cucu nanti.
Saya tulis ini semua dengan rasa haru, rasa bahagia, rasa bangga, dan dengan gelora optimisme. InsyaAllah, Indonesia kita akan menjadi lebih baik, lebih maju lewat langkah-langkah kecil ini.
Gema syair lagu Padamu Negeri yang dinyanyikan oleh 51 Pengajar Muda tadi pagi di Bandara Soekarno-Hatta seakan menggema di ruang kerja ini.
Bersyukur sekali, akhirnya di Hari Pahlawan kali ini ditakdirkan menyaksikan dan melepas para pejuang. Di Hari Pahlawan ini, satu langkah kecil diayunkan untuk ikut melunasi sebuah janji kemerdekaan: mencerdaskan kehidupan bangsa. Semoga keihklasan selalu menjadi bagian dari ikhtiar ini.
Saya jabat satu per satu. Jabat dengan erat. Saya tatap mata mereka. Bening mata kita, ada ambangan air menyerupai cermin. Tak ada banyak kata yang diucap. Hati kitalah yang saling berjawab. Selamat jalan teman-teman Pengajar Muda. Selamat berjuang...

Padamu negeri kami berjanji...
Padamu negeri kami berbakti...
Padamu negeri kami mengabdi...
Bagimu negeri jiwa raga kami... 


Jakarta, 10 November 2010
Anies Baswedan
RAHIM PUTRA WAJO

VISI DAN MISI
ABD RAHIM DAENG PASSOMPE, S.Tp
KETUA UMUM IKMPD INDONESIA – YOGYAKARTA
PRIODE 2010-2012
“GERAKAN KEBUDAYAAN DAN KEWIRAUSAHAAN”

A. GERAKAN KEBUDAYAAN

Globalisasi di ranah ide, gagasan, ilmu pengetahuan yang diiringi dengan teknologi berkembang amat pesat. Lebih cepat dari kemampuan manusia untuk merenungkan apa hakikat semuanya untuk kemanfaatan hidup. Orang tidak lagi disibukkan dengan pertanyaan untuk apa kita memiliki ilmu, pengetahuan dan teknologi. Namun lebih menekankan pada fungsi-fungsi kemanfaatan/pragmatisnya semata. Semua pada akhirnya mengikuti arus globalisasi secara latah dan masa bodoh dengan hakikat progress/kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahwa hakikat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk penyempurnaan proses hidup manusia menuju kesatuan dan keserasian lahir batin, jiwa dan raga.
Budaya Populer adalah budaya yang berada di pusaran arus global. Sayangnya, perkembangan budaya global justeru mematikan budaya-budaya nasional dan budaya lokal yang ada. Budaya lokal secara substansial tidak mengalami kemajuan yang berarti kecuali hanya untuk sarana komoditas ekonomi dan turisme saja. Budaya yang merupakan hasil manusia untuk mengolah daya cipta, rasa dan karsa berdasarkan atas kehendak dan keinginan masing-masing individu dalam sebuah wilayah tidak mampu lagi dianggap sebagai sebuah kearifan.
Individu yang berada di ruang-ruang budaya pun menjadi tumpul oleh arus pragmatis budaya global yang mungkin dipandang lebih menarik, mudah, cepat dan efisien. Para pengambil kebijakan tidak lagi memiliki semangat yang menyala untuk mengurusi kebudayaan lokalnya. Apalagi bila semua pihak tidak mendukung lahirnya kreativitas-kreativitas baru berkebudayaan dan berkesenian.
Ini adalah situasi di mana kita mengalami sebuah Degradasi Budaya bahkan kehancuran sistematis budaya lokal. Bhinneka Tunggal Ika sebagai semangat berbudaya dalam rangka kebersatuan berbagai budaya lokal untuk maju dalam frame bangsa dan negara pun hanya sebagai slogan yang kini semakin dilupakan.
Tumbuh berkembang serta kemajuan sebuah budaya ditentukan pada bagaimana kita semua merespon dan menjawab tantangan-tantangan budaya global. Respon dan jawabannya adalah agar kita kembali kreatif, inovatif dan menciptakan wilayah-wilayah perjuangan budaya yang mampu menjadi alternatif budaya global yang terbukti tidak memiliki “ruh” kemanusiaan yang utuh.
Justru pada budaya lokal, kita menemukan kembali “ruh” kemanusiaan itu. Ruh yang akan menyinari individu agar bisa bergerak secara harmonis antara individu dengan individu yang lain, antara individu dengan alam semesta, bahkan antara individu dengan dirinya sendiri sehingga nantinya individu tersebut akan menemukan diri sejati yang merupakan wakil Tuhan di alam semesta.


Siapa yang harus memulai untuk melakukan penyadaran adanya degradasi budaya ini? Sebuah fakta sejarah terjadi pada 28 Oktober 1928 saat para pemuda mengikrarkan Sumpah Pemuda. Intisari dan hakikat dari Sumpah Pemuda adalah kesadaran bahwa semua elemen bangsa harusnya memiliki kehendak, keinginan, cita-cita yang sama untuk mewujudkan sebuah kesatuan wahana dan ruang kreativitas dan kebebasan ekspresi yang berbeda-beda.
Jembatan untuk memasuki wahana persatuan dan kesatuan tersebut adalah tanah air, bangsa dan bahasa. Setiap babakan sejarah, pemuda selalu menjadi motor penggerak perubahan zaman. Sejarah telah menegaskan tentang kepeloporan pemuda di era kolonial hingga era perjuangan kemerdekaan bahkan di era reformasi. Perjuangan pemuda selalu dihadapkan pada tantangan hambatan dan kesulitan, bahkan darah dan airmata menjadi taruhan
Di era masa lalu, gerakan kepemudaan lebih berorientasi pada bidang politik. Kini tantangan kaum muda masa kini justeru lebih banyak berupa rongrongan budaya global yang sangat berpengaruh pada pola pikir dan gaya hidup mereka sehingga harusnya gerakan kepemudaan kini lebih diorientasikan pada bidang budaya local (local wisdom).
Pemuda harus memiliki semangat untuk bersatu, lepas dari penindasan dan penguasaan budaya global. Kita berharap agar bangsa Indonesia bisa menghidupkan kembali budaya-budaya lokal yang ada sehingga nanti terwujud bangsa yang maju berkembang tanpa kehilangan jati dirinya. Kita buka mata dan hati kita, lihatlah bangsa India, Cina, Jepang, Thailand, dan Korea telah membuktikan sendiri. Bangsa yang meninggalkan pola hidup taklid hanya ikut-ikutan, ela-elu. Kini telah tumbuh menjadi macam Asia, dihormati dan segani masyarakat dunia, bangkit meraih kejayaan dengan berlandaskan loyalitasnya terhadap nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang terdapat dalam tradisi dan budayanya. Bangsa yang tahu karakter diri sejatinya, sangat tahu tindakan apa yang harus dilakukannya.
Sumpah Pemuda merupakan momentum yang berhasil menyatukan pemuda se-Indonesia dalam satu ikatan kebangsaan, perasaan senasib, sepenanggungan yang diderita oleh pemuda khususnya, telah memberikan kesadaran kritis terhadap situasi yang dihadapinya yaitu adanya sebagai tantangan bersama telah membangkitkan kesadaran kolektif pemuda untuk melawan penindasan budaya global. Diperlukan gerakan massif untuk menghidupkan kembali budaya-budaya lokal (baca; kearifan lokal) di tanah air secara terus menerus sebagai bentuk nyata dari perjuangan kaum muda yang seharusnya terus di dorong oleh salah satu organisasi kepemudaan besar di Yogyakarta yaitu IKPMD Indonesia Yogyakarta.
Perjuangan kaum muda dari IKMPD Indonesia di bidang budaya diharapkan akan membawa perubahan sosial yang mendalam bagi masyarakat khususnya pada anggota IKPMD Indonesia, terutama di bidang pendidikan dan “cultural action”. Dari pendidikan dan cultural action ini muncullah pejuang-pejuang muda yang kaya akan ide dan konsep untuk melawan budaya global melalui ide kegiatan.
Untuk mewujudkan ide tersebut maka dengan ini kami menyerukan kapada SEMUA PEMUDA DI TANAH AIR untuk bersatu dalam gerakan “CULTURAL ACTION”:
1.      Menghidupkan Kembali Budaya Daerah Sebagai Dasar Pengembangan Budaya Nusantara

2.      Menjadikan Budaya Daerah Sebagai Dasar Pijakan Ide-Ide Kreatif Pembangunan.
3.      Mengembangkan Kearifan Budaya Daerah Sebagai Nilai-Nilai Pembangunan Nasional.
4.      Mengembangkan Nilai-Nilai Moral, Mental Dan Ajaran Hidup Bermasyarakat Yang Ada Di Budaya Daerah Dalam Rangka Mendukung Perkembangan Budaya Nusantara.
5.      Mengurangi Pengaruh Negatif Budaya Global Dengan Mengembangkan Budaya Nusantara.
B. GERAKAN ENTREPRENEURSHIP
Pengembangan entrepreneurship (kewirausahaan) adalah kunci kemajuan. Mengapa? Itulah cara mengurangi jumlah penganggur, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan keterpurukan ekonomis. Lebih jauh lagi dan politis, meningkatkan harkat sebagai bangsa yang mandiri dan bermartabat. Dalam ranah pendidikan, persoalannya menyangkut bagaimana dikembangkan praksis pendidikan yang tidak hanya menghasilkan manusia terampil dari sisi ulah intelektual, tetapi juga praksis pendidikan yang inspiratif-pragmatis.
Praksis pendidikan, lewat kurikulum, sistem dan penyelenggaraannya harus serba terbuka, eksploratif, dan membebaskan. Tidak hanya praksis pendidikan yang link and match (tanggem), yang lulusannya siap memasuki lapangan kerja, tetapi juga siap menciptakan lapangan kerja.
Panelis Agus Bastian menangkap gejala yang berkebalikan di lingkungan terdekatnya, Kota Yogyakarta. Di satu sisi bermunculan banyak entrepreneur muda yang kreatif. Mereka jeli menangkap peluang menjawab kebutuhan komunitas kampus. Misalnya bisnis refil tinta, merakit komputer, jual beli buku, cuci kiloan, melukis sepatu—sebelumnya tentu saja yang sudah lama melukis kaus—sama seperti rekan-rekan mereka di kota lain, seperti Bandung.
Sebaliknya, pada saat yang sama, rekan-rekan berebut tempat meraih kursi pegawai negeri. Ribuan anak muda terdidik berdesakan antre mendaftar, mengikuti ujian saringan, bahkan ada yang perlu merogoh kocek ratusan ribu untuk pelicin.
Ditarik dalam konteks nasional, pengamatan Bastian itulah miniatur kondisi ketenagakerjaan Indonesia, lebih jauh lagi potret lemahnya jiwa kewirausahaan. Misalnya, bahkan untuk sarjana yang relatif potensial terserap di lapangan kerja pun, sampai pertengahan tahun lalu 70 persen dari 6.000 sarjana pertanian lulusan 58 perguruan tinggi di Indonesia menganggur. Merekalah bagian dari 9,43 juta atau 8,46 persen jumlah penduduk pada Februari 2008.
Tidak imbangnya jumlah pelamar kerja dan lowongan kerja, gejalanya merata di seluruh pelosok—bahkan jumlah penganggur terdidik semakin membesar—menunjukkan kecilnya jiwa kewirausahaan. Para lulusan lebih tampil sebagai pencari kerja dan belum sebagai pencipta lapangan kerja. Tidak terserapnya lulusan pendidikan ke lapangan kerja memang tidak sepenuhnya disebabkan faktor tak adanya jiwa kewirausahaan. Banyak faktor lain menjadi penyebab. Meskipun demikian, tampaknya faktor dan tantangan terpenting adalah bagaimana institusi pendidikan berhasil membentuk atau menanamkan semangat, jiwa, dan sikap kewirausahaan.

Sebagai disiplin ilmu, kewirausahaan bisa diajarkan lewat sistem terstruktur, salah satu hasil penting dan utama praksis pendidikan. Lembaga pendidikan tidak dapat memberikan pekerjaan, tetapi bisa memastikan agar hasil didik mampu menciptakan pekerjaan.
Mengutip Peter F Drucker, pakar manajemen yang kondang pada tahun 1990-an, kewirausahaan itu bukan bimsalabim, apalagi berurusan dengan keturunan. Singapura dengan memiliki 4 persen wirausaha dari total penduduknya, sementara Indonesia baru 0,18 persen dari total sekitar 225 juta penduduk, bukan karena mayoritas penduduknya beretnis China dan Indonesia mayoritas Jawa. Ketimpangan itu disebabkan kurang terselenggaranya praksis pendidikan yang membuka ke arah kreativitas dan temuan-temuan bersama.
Inisiatif pada tahun 2010 ini Kementerian Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) mengalokasikan dana Rp 50 miliar untuk mencetak 10.000 sarjana wirausaha perlu dihargai. Proyek itu menambah adrenalin Kementerian Pendidikan Nasional yang lama terengah-engah dengan masalah-masalah teknis dan sistem.
Dana UKM itu digunakan untuk pemberdayaan sarjana di bawah usia 30 tahun yang masih menganggur. Sejak digulirkan Desember 2009 dan telah disosialisasikan ke sembilan provinsi, program ini diikuti 4.525 sarjana dan akan berlangsung sampai tahun 2014 dengan target tahunan tercipta 10.000 atau seluruhnya 50.000 wirausaha baru hingga tahun 2014. Memang terlambat, sebab justru kewirausahaan seharusnya ditanamkan sejak di jenjang pendidikan anak usia dini dan bukan dicangkokkan setelah lulus. Namun, tak ada kata terlambat untuk suatu perbaikan. Program ini merupakan bagian dari upaya memperbesar jumlah wirausaha Indonesia.
Tercatat jumlah 48 juta wirausaha Indonesia, tetapi yang benar-benar wirausahawan sejati sebenarnya hanya 0,1 persen atau sekitar 400.000 orang. Minimal dari jumlah total penduduk, setidaknya Indonesia harus memiliki 2 persen dari jumlah itu. Upaya itu sejalan dengan ”impian” Ciputra, salah satu entrepreneur Indonesia yang obses, bahwa pada 25 tahun lagi lahir 4 juta entrepreneur Indonesia.

Relatif Gerakan Baru dan Tren
Kewirausahaan memang masih merupakan barang baru untuk Indonesia, sementara AS sudah mengenalnya sejak 30 tahun lalu dan Eropa 6-7 tahun lalu. Munculnya entrepreneur sebagai hasil lembaga pendidikan dan buah learning by doing masih ada perbedaan persepsi. Ada yang berpendapat jiwa kewirausahaan tidak harus dihasilkan dari lembaga pendidikan, ada pendapat lain bisa dilakukan tidak lewat proses yang direncanakan.
Menurut panelis Agus Bastian, entrepreneur dan kemudian politisi yang merasa sebagai entrepreneur lahir dari jalanan, yakin kewirausahaan bisa dihasilkan juga dari semangat mengambil risiko tanpa takut, bukan lewat pendidikan khusus kewirausahaan atau manajemen. Modal utama seorang entrepreneur bukanlah uang, melainkan kreativitas. Tanpa kreativitas, syarat utama seorang calon entrepreneur, yang ada bukanlah entrepreneur sejati, melainkan pedagang. Keyakinan Agus didukung panelis Agung Waluyo. Seorang entrepreneur jadi dari

sosok seorang pedagang atau juragan. Sebab, kewirausahaan menawarkan dan menciptakan nilai, sementara jiwa dagang hanya menawarkan alternatif.
Ada contoh, seorang sarjana lulusan UGM menciptakan nilai mau membantu yang sama-sama jadi korban gempa bulan Mei 2006. Dia buat desain pakaian Muslim. Dia tawarkan lewat internet atas mentoring langsung Ciputra. Usahanya berkembang, bahkan sekarang sudah merambah mancanegara di tiga benua besar, sampai akhirnya dia merasa tak sanggup lagi melayani permintaan pasar. Tetapi, ia sudah menciptakan nilai untuk desanya, menciptakan lapangan kerja baru.
Contoh kasus itu menunjukkan, sikap menolong orang lain diwujudkan untuk orang lain. Nilainya bukan hanya miliknya sendiri, tetapi milik orang lain juga. Yang dia lakukan adalah menginspirasikan generasi muda bahwa mereka bisa menjadi berkah bagi masyarakat. Sosok sarjana lulusan UGM di atas mirip jiwa kewirausahaan Mangunwijaya, terutama dalam konteks menciptakan nilai untuk orang lain (social entrepreneurship, kewirausahaan sosial).
Selain Kementerian Urusan Koperasi dan UKM, Kementerian Pendidikan Nasional yang bertanggung jawab dalam urusan pendidikan perlu diakui belum lama tanggap. Walaupun masih terengah-engah bergulat dengan soal-soal teknis, bekerja sama dengan lembaga penggiat wiraswasta seperti Ciputra Entrepreneurship Center, Kementerian Pendidikan Nasional melakukan upaya membangun jiwa kewirausahaan. Dilakukan dengan membenahi kurikulum berbasis komunitas, memperbaiki praksis pendidikan di sekolah kejuruan dan tinggi, sampai pada pengarbitan calon-calon entrepreneur yang dicangkokkan di lembaga pendidikan tinggi.
Banyaknya industri kreatif yang dihasilkan bangsa ini menunjukkan sebenarnya bangsa ini kreatif. Tetapi, mengapa kekayaan alam dan kekayaan budaya dengan segala keragamannya itu tidak dimanfaatkan untuk ekonomi?
Karena kita tidak kreatif. Karena kita tidak punya jiwa kewirausahaan—yang dengan gampang terbelokkan karena sejak awal pun bangsa ini terbelenggu tidak dibesarkan dalam budaya wirausaha. Melalui kewirausahaan sebenarnya anugerah alam raya Indonesia bisa dimanfaatkan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa.

Gerakan nasional dari Organisasi Kepemudaan IKPMD INDONESIA
Masalahnya, apakah yang perlu dipelajari generasi muda mengembangkan jiwa kewirausahaan? Kepercayaan diri menjadi modal utama, selain sikap dan kemauan terus menemukan yang baru tanpa kenal risiko. Kewirausahaan membuat orang yang berhasrat besar terhadap sesuatu menjadi mandiri secara finansial dan berkontribusi untuk masyarakat. Dia melatih keterampilan, know-how, dan tindakan yang menghasilkan ide-ide dan inovasi, meyakinkan orang lain untuk menolong dan bekerja dalam sebuah tim, menerjemahkan ide menjadi kenyataan, dan mendirikan perusahaan.
Dalam konteks Indonesia, dengan kecilnya jumlah entrepreneur, kewirausahaan menjadi keharusan. Dialah kunci kemajuan. Dunia membutuhkan solusi masalah yang bisa mewujudkan impian jadi kenyataan, dilandasi ambisi dan keberanian mengambil risiko secara cerdas.

Menanamkan jiwa kewirausahaan perlu dimulai dini dalam praksis pendidikan mengusung kebebasan, sebagai contoh SD Mangunan di Sleman dan Sanggar Anak Alam di
Bantul. Masih banyak yang lain, yang umumnya kembali pada dasar paling mendasar dari praksis pendidikan, yakni praksis pembelajaran yang membebaskan yang kadang direcoki dengan pendekatan teknis dan persoalan remeh-temeh mengganggu seperti kasus ujian nasional atau UU Badan Hukum Pendidikan.
Dibutuhkan satu gerakan nasional dari organisasi kepemudaan IKPMD Indonesia untuk mendorong lahirnya entrepreurship muda, semacam Gerakan Kewirausahaan berbasis komunitas untuk melahirkan UKM-UKM baru di satu pihak atau bisnis mandiri, sekaligus praksis pendidikan yang berorientasi pada pendidikan yang membebaskan di atas habitat masyarakat yang kondusif positif menyangkut 3 L (lahir, lingkungan, latihan). Gerakan baru mencoba kita rumuskan menjadi satu kesatuan dalam tubuh Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Indonesia sebagai Gerakan Budaya dan Wirausaha yang melibatkan pemerintah, akademisi, bisnis, dan sosok-sosok sosial.
Itulah tantangan urgen-mendesak bagi IKPMD Indonesia yang seharusnya menjadi batu penjuru dan landasan pacu untuk bergerak lebih maju melalui visi dan misi yang lebih spesifik dan mengena pada sasaran yang mampu bersinergi dengan pemerintah. Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Indonesia di Yogyakarta sebagai salah satu organisasi kepemudaan besar harus mampu mengambil peran dalam pembangunan nasional khususnya dalam priode kepengurusan ini adalah pada bidang kebudayaan dan kewirausahaan. Arah umum perumusan program kerja berlandaskan visi dan misi ini sehingga focus dan target kepengurusan tepat pada sararan. Gerakan Kebudayaan dan Entrepreneurship adalah salah satu langkah efektif dan strategis untuk mengembangkan sayap IKPMD Indonesia untuk bergerak lebih maju dan dinamis sesuai dengan arahan tema pelantikan pengurus IKPMD Indonesia yaitu “ Gerak Zambrud Nusantara untuk Indonesia ”.
Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Indonesia memiliki Sumber Daya Manusia yang kongkrit untuk bergerak dan Sumber Daya Manusia yang berkualitas yang sangat mampu menjalankan setiap gerakan kebudayaan dan kewirausahaan yang dituangkan ke dalam program kerja 2 tahun ke depan. Selain itu pengurus priode ini juga diharuskan mampu memperbaiki pondasi organisasi dan membangun sinergi yang baik serta bertanggung jawab, saling percaya dan konsisten dengan pemerintah provinsi dan kota Yogyakarta dan juga pemerintah pusat.

Yogyakarta, 16 Juli 2010
Penulis

ABD RAHIM
Ketua Umum IKPMD Indonesia